Ini terjadi setelah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII melakukan panggilan ke pesantren. Diketahui bahwa balai yang sah terletak di lapangan hukum milik pimpinan PTPN VIII Front Pembela Islam (FPI) Habib Raziq Shihab.
Wakil Ketua Dewan Komite DPR Kedelapan Ace Hassan Siadzili mengatakan, kepemilikan tanah yang dipesan PTPN VIII harus segera diklarifikasi. Seorang politikus dari Partai Golkar mengatakan, Senin (28/12/2020), “Ini penting agar tidak menjadi perdebatan di masyarakat. Setiap instansi harus jelas tentang aturan kepemilikan tanah sebagaimana diatur dalam undang-undang pertanian.”
(Baca: Mahfouz MD dukung penggunaan Islamic Sharia Center sebagai pesantren)
Bukan soal apakah tanah itu digunakan untuk kepentingan positif, seperti membangun pesantren, kata Ayse, melainkan bagaimana mendapatkan legitimasi tanah negara yang digunakan untuk kepentingan umum. “Kalau tanah sudah jelas status hukumnya, negara bisa memanfaatkan sesuai kewenangan yang dimilikinya,” ujarnya.
Oleh karena itu, jika ternyata proses hukum atas tanah itu adalah hak negara, dan pemerintah ingin memanfaatkannya untuk mengelola dan menyediakannya untuk membangun pesantren seperti Islamic Center, itu soal lain.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Mkopolukam) mengharapkan Mahfouz MD jika lahan tersebut terus digunakan untuk pesantren.
Mahfouz mengatakan dalam diskusi bertajuk Isu Strategis Nasional: “Sekarang kita lihat, kalau menurut saya ini untuk kebutuhan pesantren ya, terus saja untuk memenuhi kebutuhan pesantren, tapi nanti yang mengurusnya, misalnya Majelis Ulama, NU, Muhammadiyah, termasuk Lalu bagaimana jika FPI ingin bergabung di sana. ” Solusinya kira-kira Minggu (27/12/2020).
(Baca: Tentang PTPN Somasi Markaz Syariah, Anwar Abbas: Untuk Apa Tanah Byzantrine Akan Dipakai?)
Saat ini, kata Mahfouz, semua pihak harus memastikan apakah petani tersebut sudah ada lebih dari 20 tahun. Pasalnya, izin dan persetujuan PTPN VIII didasarkan pada Sertifikat HGU No. 299 tanggal 4 Juli 2008. “Jadi pada 2013, saat tanah itu dibeli Habib Raziq, selama 20 tahun petani sudah tidak menggarap tanahnya, jika dihitung sejak diberikan oleh negara. VIII, dikelola oleh negara bernama PTPN.
(Moh)