Jakarta, KOMPAS.com – Bank Indonesia (BI) mengharapkan transaksi Perdagangan elektronik Selama pandemi, meningkat sebesar Rp 429 triliun sepanjang tahun 2020.
Peningkatan ini lebih tinggi dari transaksi yang mencapai 205,5 triliun rupee selama tahun 2019. Adapun penyelidikan hingga Agustus 2020, transaksi e-commerce mencapai hampir 180 triliun rupee.
“Ini menandakan adopsi digital di Indonesia meningkat pesat. Tahun ini kami perkirakan bisa mencapai 429 triliun rupee, sesuai perkiraan kami,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjo di Simposium HUT Golkar Nasional, Rabu (21/10/2020).
Baca juga: Transaksi e-niaga berlipat ganda, tetapi …
Berry menelepon transaksi itu Layanan perbankan digital Juga meningkat, dimulai dengan Perbankan AD, Layanan internet banking, dan penggunaan uang elektronik dalam berbagai transaksi.
Peningkatan terbesar dalam mobile banking telah terjadi. Pada Agustus 2020, transaksi mobile banking mencapai 12 juta, meningkat dari 8 juta pada Agustus 2019.
Hal tersebut terjadi karena akselerasi digital di sektor ritel dan Usaha Kecil Menengah (UMKM) meningkat pesat.
Tercatat per 16 Oktober 2020, lebih dari 5 juta sektor ritel dan UMKM telah menjadi pedagang nasional dengan sistem QRIS.
Dari total 5 juta pedagang, 4,2 juta merupakan Usaha Kecil (UMi) dan Usaha Kecil (UKe).
Baca juga: Jika data pengguna e-commerce bocor, apakah akun e-wallet aman?
“Ini sebagian besar sektor yang (jasa keuangan) belum tertangani. Alhamdulillah, pedagang kini sudah terkoneksi dengan sistem QRIS, termasuk pedagang kesehatan dan pedagang pariwisata,” kata Perry.
Tak hanya pedagang, 46 kantor Bank Indonesia dan 45 pemerintah daerah (Pemda) juga sudah mengadopsi sistem QRIS. Menyasar pihaknya, QRIS bisa diadopsi oleh 94 pemerintah daerah.
Dijelaskannya secara detail, 122 pemerintah daerah sudah terhubung dengan e-commerce, dan 260 pemerintah daerah telah mengadopsi layanan internet banking.
“Mengadopsi platform digital sangat mendukung mobilisasi, baik dari pajak maupun penggunaan APBD, sehingga bisa mendorong aktivitas perekonomian daerah,” tutup Perry.
“Gamer. Zombie fanatik. Praktisi web. Introvert. Rentan terhadap sikap apatis. Wannabe food ninja.”