Pneumonia yang dicurigai jika gejala terus berlanjut.
REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta – Dokter spesialis anak, Profesor Soedjatmiko, melarang ciuman pada bayi dan anak kecil jika sedang pilek atau batuk. Larangan tersebut bertujuan untuk melindungi bayi dan anak kecil dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur, termasuk: Radang paru-paru Selama pandemi Covid-19 saat ini.
Di sela-sela perayaan Hari Pneumonia Sedunia 2020 secara online, Kamis (12/11), ia mengatakan, “Bakteri, virus, dan jamur ada di mana-mana. Jika dalam keluarga sedang pilek, jangan terima bayi dan anak kecil.”
Selain itu, sebaiknya kenakan masker, cuci tangan sebelum menyentuh bayi dan anak, serta segera berobat untuk memulihkan kondisinya.
Sudgatmiko mengatakan patogen penyebab pneumonia dapat masuk ke hidung dan saluran udara anak-anak dan merusak paru-paru mereka ketika sistem kekebalan mereka rendah. Penyebab lemahnya daya tahan tubuh ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain asap rokok dan debu di dalam rumah yang pada akhirnya merusak saluran udara, dan gagalnya anak untuk menyusu secara eksklusif yang menyebabkan gizi buruk.
Belum lagi jika bayi Anda lahir dengan berat badan ringan, belum diimunisasi, menderita penyakit kronis, dan terlambat berobat. Kondisi ini membuatnya berisiko kehilangan nyawanya karena pneumonia.
Dari sisi gejala, Kepala Satuan Kerja Koordinasi Pernafasan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Nastiti Kaswandani mengatakan, pneumonia ditandai dengan beberapa gejala. Ini termasuk demam, batuk, dan kehilangan nafsu makan, yang sering disalahartikan sebagai flu biasa dan flu.
Selain gejala tersebut, penderita juga mungkin mengeluhkan sesak napas dan napas yang lebih cepat dari biasanya. Demam yang berlangsung selama 2-3 hari bisa berlangsung.
“Pneumonia dicurigai jika gejala (yaitu) demam bertahan selama 2-3 hari. Tanda penting lainnya bagi anak adalah ia bernapas lebih cepat dari biasanya dan sesak napas,” kata Nastetti.
Dan dia menyarankan, bila gejala seperti ini muncul, segera bawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dini dan menyelamatkan nyawanya. Dari segi jumlah kasus, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami penurunan jumlah kasus pneumonia pada tahun 2019, yaitu 153,00 kasus atau lebih sedikit 25.000 kasus dibandingkan tahun 2007. Sedangkan pada balita, jumlah kasus mencapai 314.000 atau mengalami penurunan jumlah. 24.000 kasus sejak 2007.
Namun, Soedjatmiko mencatat angka kematian yang tinggi setiap tahunnya. Itu sekitar 400-600 orang kemudian melonjak menjadi 1.750 orang pada tahun 2017.
“Faktanya, ada sekitar 1.750 tahun di 2017 dan di 2020 mungkin sebagian karena Covud-19. Karena kejadian Covid-19 pada anak-anak tinggi dibandingkan negara lain. Juni 2020, Covid-19 kematian pada anak-anak, terutama pada bayi. Pada anak kecil, pneumonia pada bayi di bawah usia lima tahun mungkin disebabkan oleh Covid-19. “
Sementara itu, data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2017 menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian kedua terbesar pada balita di Indonesia setelah kelahiran prematur dengan prevalensi 15,5%. Dari sisi penyebab tidak tercapai pemberian ASI Eksklusif hanya 54 persen, berat badan lahir rendah (10,2 persen), imunisasi belum tuntas (42,1 persen), pencemaran udara dalam ruangan dan kepadatan keluarga yang tinggi diantara mereka. .
Sumber: Ben