Oleh Marcella Arista di Jakarta
Indonesia, negara terpadat keempat di dunia dengan populasi 270 juta jiwa, belum menentukan posisinya di kepemimpinan Taliban setelah merebut kekuasaan di Afghanistan.
Ini juga merupakan negara Muslim terbesar dalam hal populasi.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Qadir Gilani mengatakan, situasi yang sama juga ditunjukkan oleh negara lain.
kata Abdul Qadir dalam webinar bertajuk “Afghanistan Pasca-Konflik: Jatuh atau Bangkit?” minggu ini.
Menurut Gilani, para pejabat Taliban sedang bernegosiasi dengan sejumlah tokoh di Afghanistan dalam upaya untuk membentuk pemerintahan baru.
Selain pembentukan pemerintah, Indonesia masih menunggu posisi Taliban di dunia internasional.
Gilani mengatakan ada kebutuhan untuk pandangan bersama tentang situasi Taliban.
Ia menambahkan, “Pemahaman ini sangat penting, agar kita dapat memperoleh informasi lebih cepat untuk menentukan posisi kita terhadap Taliban dan pemerintahannya nanti.”
Dia mengatakan pemerintah Indonesia juga berhati-hati dalam menetapkan posisinya karena pengambilalihan kekuasaan Taliban di Afghanistan mendapat reaksi “sangat hangat” dan beragam dari dalam Indonesia.
Gilani menegaskan sikap tegas Indonesia tidak akan disampaikan sampai situasi di Afghanistan menjadi jelas.
Taliban mengambil alih pemerintahan sipil di Afghanistan pada 15 Agustus tanpa perlawanan apapun. Beberapa hari lalu, Taliban mengklaim telah menyita sejumlah nama tokoh yang nantinya akan menduduki pemerintahan baru.
Berbeda dengan era 1996-2001, Taliban mengklaim membentuk pemerintahan inklusif yang mencakup semua elemen dan etnis Afghanistan.
“Zombie fanatik. Twitter nerd. Pemecah masalah. Penginjil budaya pop. Pakar media sosial yang khas.”