Jakarta (ANTARA) – Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur memperkuat komitmen inklusivitas dan toleransi di Indonesia.
“Pemindahan ibu kota ke wilayah Kaltim cukup tepat berdasarkan keanekaragaman yang sudah ada sejak lama. Artinya daerah ini merupakan etalase alam (keanekaragaman),” kata pakar utama KSP, Wandy Tuturoong. dikutip dalam keterangan tertulis KSP di Jakarta, Kamis.
Tuturoong mencatat, berdasarkan kajian pemindahan ibu kota dari aspek sosial budaya yang dilakukan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2019, komposisi penduduk Kaltim cukup beragam.
Ia merinci 30,2 persen atau 1.356.504 orang Kaltim adalah orang Jawa; 20,6 persen atau 924.236 orang adalah orang Bugis; 12,4 persen, atau 557.953 orang, adalah orang Banjar; 9,3 persen atau 417.006 orang adalah orang Dayak, dan 7,7 persen atau 346.084 orang adalah orang Kutai.
“Kalau melihat data, tantangan utamanya adalah bagaimana menjaga kebhinekaan dan menjaga nilai-nilai toleransi dan etika publik. Sekarang tantangan itu akan dijawab dengan pemindahan ibu kota,” ujarnya.
Berita Terkait: Belajar tentang toleransi dari siswa SMP Singkawang
Pakar utama KSP juga mencatat bahwa pemindahan ibu kota negara juga akan menunjukkan transformasi lingkungan, kemajuan teknologi, layanan publik, dan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas.
“Karena kita membangun ibu kota baru dari nol, jangan setengah-setengah. Semua ide terbaik harus diwujudkan, dan semua tantangan besar menjadi negara maju harus diantisipasi,” katanya.
Sebelumnya, pada Forum Investasi Mandiri 2022 pada Rabu, 9 Februari 2022, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pembangunan ibu kota baru di Kaltim merupakan bagian dari berbagai transformasi.
Ibu kota baru bernama Nusantara ini akan menjadi etalase transformasi lingkungan, cara kerja, basis ekonomi, teknologi, termasuk pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas, serta tatanan sosial yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan etika publik.
Berita Terkait: Indonesia menerapkan toleransi nol untuk pelanggar larangan ‘cantrang’
“Zombie fanatik. Twitter nerd. Pemecah masalah. Penginjil budaya pop. Pakar media sosial yang khas.”