Jakarta, Beritasatu.com – Guru Besar Biologi Molekuler dari Universitas Erlanga, Presiden Anwar Nedoum, mengatakan bahwa vaksin bukan satu-satunya solusi untuk mengakhiri epidemi. Covid-19. Mengingat hal ini, tidak semua intervensi virus dapat diobati dengan vaksin. Terbukti dari kasus MERS, SARS, Ebola dan HIV, kini juga diprediksi SARS-CoV-2 atau Covid-19.
Sekarang kita harus berpikir kritis, vaksin SARS tidak bisa dibuat sendiri, Betulkah Sekarang ada pendekatan dengan vaksin, apa keuntungannya? Kita harus hati-hati, sebagai ahli virologi, kita mencari virus Covid yang ada di Indonesia selama ini. Ternyata kami menemukan kepribadian di Indonesia termotivasi Peningkatan Ketergantungan Antibodi Atau ADE yang tidak bisa diatasi dengan vaksin, ”jelas Presiden Anwar Needum saat dihubungi Suara Pembaruan, Selasa (10/6/2020).
Ketua tim Laboratorium Yayasan Nidom ADE menjelaskan, ADE merupakan peristiwa di mana antibodi tidak efektif dalam menetralkan virus yang menjadi sasaran, sehingga virus tetap dapat masuk ke dalam sel dan memperburuk infeksi di dalam sel.
ADE telah terbukti menyebabkan keparahan pasca vaksinasi dalam kasus vaksin dengue. Selanjutnya, dia menyebut mutasi G yang bermutasi yang menjadikan SARS-CoV-2 sebagai virus Aura Penyebab Covid-19 yang diyakini baru-baru ini menular adalah salah satu bentuk ADE.
“Dalam struktur ADE, ada mutasi D614G yang juga terdeteksi di Malaysia. Mutasi pada virus ini memiliki tingkat infeksi 10 kali lebih cepat. Kami prihatin tingginya harapan agar vaksin ini tidak tiba-tiba berubah menjadi kekecewaan dan bencana baru,” ujarnya.
Menurutnya, masih banyak waktu untuk mengenalkan penelitian ADE ke dalam uji klinis yang sedang dilakukan di Indonesia, seperti vaksin Sinovac Biotech. Jika kecurigaannya benar, virus Covid-19 bisa menyebabkan fenomena ADE, ia berharap peneliti bisa segera memperbaiki struktur atau komponen vaksinnya.
“Jika Profesor Kusnandi Rusmil (Ketua Tim Peneliti Uji Klinis Vaksin Covid-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran) mengatakan fenomena ADE menjadi perhatian dalam penelitian pengembangan vaksin Covid-19, itu kabar baik. Sekarang saatnya mereka melaksanakan komitmennya. Etis mempublikasikan data yang telah mereka pelajari, karena ini untuk masyarakat. “
Sebelumnya di tempat terpisah, Profesor Cosnandi Rosmel membantah fenomena ADE pernah terjadi pada serangan virus Covid-19. ADE diyakini sebagai peristiwa dimana antibodi tidak efektif dalam menetralkan virus target sehingga virus tetap dapat masuk ke dalam sel, dan bersama-sama memperburuk infeksi di dalam sel.
Kusnandi menegaskan, fenomena ADE menjadi perhatian dalam penelitian pengembangan vaksin Covid-19, termasuk vaksin Sinovac Biotech, yang memimpin penelitian uji klinis di Kusnandi Bandung.
Ia mengatakan dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/10/2020), “Sejauh ini ADE belum muncul kecuali pada demam berdarah dan sejenisnya, dan tidak pada virus lain.”
Ia mengatakan, fenomena ADE yang terlihat pada kasus MERS, SARS, Ebola dan HIV hanya ditemukan. In silico Dan di laboratorium Atau percobaan di cawan Petri laboratorium.
Untuk SARS-CoV-2, menurut Kusnandi sudah diteliti sejak uji klinis sebelumnya dan kandidat vaksin saat ini sudah dinyatakan aman dari fenomena ADE. Tidak ada penyakit darah atau paru-paru yang akan terjadi jika efek ADE hadir pada tikus maupun monyet yang merupakan model eksperimental.
“Saat ini sudah lebih dari 140 calon vaksin yang ditawarkan, beberapa di antaranya masih dalam tahap uji klinis pada manusia, dan hingga saat ini belum ada bukti ADE. Namun, kewaspadaan dan pemantauan keamanan vaksin tetap harus dilakukan,” kata Profesor Cosandi.
Sumber: BeritaSatu.com
“Pencipta. Siswa yang bangga. Pengacara media sosial yang setia. Pengusaha Wannabe.”